MAKALAH PERKEMBANGAN TASAWUF DI JAWA OLEH WALI SONGO SYEKH SITI JENNAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita ketahui bahwa sebagian ahli sejarah berkata bahwa agama islam masuk ke Indonesia tidak langsung dari tanah arab tetapi melalui Persia dan Gujarat ( India ), dibawa ke Indonesia oleh para pedagang atau oleh mereka yang memang khusus menyebarkan agama Islam. Jika memperhatikan,agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-4 dan ke-5 Hijriyah, maka paham-paham sufi dan tassawuf yang sedang tersiar luas dan membentuk perhatian umum dalam negara Islam ketika itu,menjadi bagian yang tak terpisahkan dari materi dakwah yang disampaikan di Indonesia,sehingga secara langsung atau tidak termasuk paham semisal wahdat al-wujud. Dalam sejarah wali songo kita dapati riwayat tokoh semisal Syekh Siti Jenar yang mempertahankan pendirian fana dan kesatuan kholik dan makhluk,yang disebutkan oleh Abu Yazid al Bustomi sebagi ittihad. Disamping sunan kalijaga yang mempertahankan ahli sunnah bersamaan para wali lain juga mengambil tindakan terhadap Syekh Siti Jenar itu. Kita lihat pula,bahwa di Aceh Hamzah Fansuri menyiarkan paham yang sama sementara Abd al-Rauf Singkil menyiarkan paham yang sebaliknya.
Oleh karena itu,di Indonesia pun sejak saat itu sebenarnya sudah terdapat pertentangan paham gerakan ilmu lahir dan ilmu batin,golongan yang dinamakan Syariat dan Hakikat.Terutama di Jawa pemahaman ilmu batin,pikiran-pikiran sufi,yang disiarkan oleh wali songo itu,sangat mempengaruhi kehidupan islam di Jawa,dan sampai sekarang masih kelihatan gemanya dalam gerakan-gerakan batin yang tumbuh dibeberapa tempat.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana perkembangan Tasawuf di Jawa ?
- Siapa penyebar Tasawuf di pulau Jawa?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan tasawuf di Jawa.
2. Untuk mengetahui tokoh perkembangan Tasawuf di Jawa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Tasawuf di Nusantara II
Kita ketahui bahwa sebagian ahli sejarah berkata bahwa agama islam masuk ke Indonesia tidak langsung dari tanah arab tetapi melalui Persia dan Gujarat ( India ), dibawa ke Indonesia oleh para pedagang atau oleh mereka yang memang khusus menyebarkan agama Islam. Jika memperhatikan,agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-4 dan ke-5 Hijriyah, maka paham-paham sufi dan tassawuf yang sedang tersiar luas dan membentuk perhatian umum dalam negara Islam.
Pada awal perkembangan Tasawuf di Jawa pertama kalinya juga sudah terdapat perbedaan cara pandang dari para Sufi sehingga banyak aliran yang berkembang saat itu . Pertentangan di Jawa pun banyak terjadi antatra Wali Songo dan Kaum Syekh Siti Jenar tentang pemahaman ilmu-ilmu batin.
2.2. Tokoh-tokoh Perkembangan Tasawuf di Jawa
1. WALI SONGO
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 15 dan 16. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan, namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.Untuk penyebaran dakwah Islam para wali biasanya berkumpul di Masjid Agung Demak yang dijadikan sebagai salah satu tempat berkumpulnya para wali yang paling awal.
- Arti Wali Songo
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang arti tempat.Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo ini adalah sebuah dewan yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada tahun 1474. Saat itu dewan Walisongo beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bintara); Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama dari Sunan Ampel); Qasim (Sunan Drajad, putra kedua dari Sunan Ampel); Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari Sunan Kudus); Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri, putra dari Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan. - Nama-nama Wali Songo
Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa saja yang termasuk sebagai Walisongo, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
* Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
* Sunan Ampel atau Raden Rahmat
* Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
* Sunan Drajat atau Raden Qasim
* Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq
* Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
* Sunan Kalijaga atau Raden Said
* Sunan Muria atau Raden Umar Said
* Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga karena pernikahan atau dalam hubungan guru-murid.
- Maulana Malik Ibrahim
Makam Maulana Malik Ibrahim, desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-11 dari Husain bin Ali. Ia disebut juga Sunan Gresik, Syekh Maghribi, atau terkadang Makhdum Ibrahim As-Samarqandy. Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14.
Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur. - Sunan Ampel
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-12 dari Husain bin Ali, menurut riwayat adalah putra Maulana Malik Ibrahim dan seorang putri Champa. Ia disebutkan masih berkerabat dengan salah seorang istri atau selir dari Brawijaya raja Majapahit. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang dan Sunan Kudus adalah anak-anaknya, sedangkan Sunan Drajat adalah cucunya. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya. - Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-13 dari Husain bin Ali. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, Putri Adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525. - Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-13 dari Husain bin Ali. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522. - Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah adik dari Sunan Bonang. Sunan Kudus adalah keturunan ke-14 dari Husain bin Ali. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Diantara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550. - Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-12 dari Husain bin Ali, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima. - Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.
- Sunan Muria
Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung. - Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.2 SEJARAH SYEH SITI JENAR
Dr.Hj.Sri mulyati,MA dalam bukunya yang berjudul "Tassawuf nusantara", menurut beliau Syeh Siti Jenar bernama asli Ali Hasan alias Abu Jalil,ayahnya bernama Resi bungsu.tetapi pendapat beliau kurang begitu kuat karena beliau tidak mencantumkan alasan yang sukup kuat, sedangkan menurut Drs.husnu mufid,Mpdi dalam bukunya yang berjudul" Tokoh wahdatul wujud " . Syeh Siti Jenar lahir pada tahun 1496 masehi di Pakuwan Caruban Larang,atau yang sekarang dikenal dengan Astana Japura sebelah tenggara Cirebon dan meningal pada tahun 1517 M. Ia putra dari Syeh Datuk Soleh,saudara Syeh Datuk Kahfi,pengasuh padepokan Giri Amparan Jati Cirebon.
Ia menikah dengan dengan Fatimah putri Syeh Abdul Malik al-Bagdadi tahun 1459 M ketika sedang belajar di Baghdad. Dari hasil perkawinannya ini dikarunia seorang putri bernama Aisyah,tinggal di Bagdad,kemudian menikah lagi dengan Shafa putri dari Syeh Adamji Muhammad di Ahmadabad Gujarat. Perkawinan yang kedua ini dikarunia seorang putra bernama Datuk Badrud yang makamnya ada di Cirebon.dimasa kecil oleh orang tua angkatnya,ki Danusela, Syeh Siti Jenar diberi nama San Ali.menginjak usia dewasa dan menyebarkan agama islam di selat Malaka, oleh pamanya diberi Syeh Abdul Jalil,kemudian berubah nama menjadi Syeh Jabarata setelah melakukan perjalan jauh di berbagai tempat dan tinggal di Palembang.Murid-muridnya sendiri,memberi nama Prabu Satmata.
Setelah mendirikan padepokan lemah abang lantas masyarakat menyebutnya Syeh Lemah abang,sedangkan masyarakat Jawa tengahan memberi nama Syeh Siti Brit,Syekh Siti Luhung.sedangkan sunan bonag sendiri memberi nama Syekh Siti jenar karena ia seorang syeh yang tinggal di tanah berwarna merah(Mohamad Sholikhin;sufisme Syekh siti jenar,hlm,31-32,2004).
PEMIKIRAN SYEKH SITI JENNAR
Pemikiran Syekh Siti Jenar yang paling kontrovesional terkait dengan kosepnya tentang hidup dan mati,tuhan dan kebebasan,serta tempat berlakunya syariat tersebut.Syekh Siti Jenar tersebut memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian.
Sebaliknya ,apa yang disebut umum sebagai kematian justru disebut sebagai awal kehidupan yang hakiki dan abadi.Konsekuensinya,ia tidak dapat kenai hukum yang bersifat keduniawian (hukum negara dan lainya),tidak termasuk di didalamnya hukum Syariat peribadan sebagaimana ketentuan Syariah.dan menurut ulama pada masa itu memahami inti ajaran Syekh Siti jenar bahwa manusia tidak harus memenuhi rukun islam yang lima,yaitu syahadad,shalat,puasa dan zakat serta haji.Baginya syariat itu berlaku setelah manusia menjalani kehidupan setelah kematian.ini jalas di anggap berbeda denga kosep kehidupan dan kematian yang dianut oleh kaum muslim pada masa itu.Dalam soal ajaran tentang tuhan dan solat misalnya,siti jenar berpendapat bahwa tuhan bersemayam dalam dirinya dan dzikir dan shalat lima waktu adalah suatu bentuk keputusasaan hati,tergantung kehendak kehidupan pribadi,benar dan salah,baginya adalah apa yang diterima diri pribadi keberanian dan tanggung jawab.berkaitan dengan soal ini,Syeh Siti Jenar menyatakan bahwa gagasan adanya badan halus akan mematikan kehendak manusia,karena sesungguhnya posisi tuhan terletak pada diri pribadi manusia itu sendiri.Konsep yang diusung oleh beliau mirip dengan konsep al-Hallaj (tokoh sufi islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan islam sekitar abad ke -9 Masehi) tentang hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat manusia dengan tuhan.Ajaran Syeh Siti Jenar ini di kenal dengan istilah Manunggaling kawula gusti.Dalam ajarannya,didalam diri manusia terdapat roh yang berasal dari roh tuhan sesuai dengan ayat al quran dalam surat shaad ayat 72.yang menerangkan tentang penciptaan manusia,
72. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan Kepada-Nya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya."
Dengan demikian roh manusia akan menyatu dengan roh tuhan dikala penyembhan terhadap tuhan terjadi.tetapi menurut Syeh siti jenar roh nya sudah melebur menjadi satu dengan tuhan.begitu juga dengan segala aktifitas didunia semua dijalankan dan tak pernah ada kehendak manusia semuanya adalah allah itu sendiri.surat Al Anfaal ayat 17.
17. Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
dan sesungguhnya amat dekat dari pada urat leher kita sendiri,seperti diterangkan dalam Q.S.qaaf(50).
16. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,
Tetapi menurut babad tanah demak cenderung menilai bahwa Syekh siti jennar telah menganggaap dirinya sebagai tuhan karena ia telah bersatu dengan tuhan.penilaian ini bisa dilihat dalam peristiwa diundangnya Syekh siti jennar oleh sunan Giri melalui syekh Domba dan sunan Bayat (dalam versi lain sunan Kalijaga yang menjadi utusan) untuk bertukar pikiran tentang ajaranya.lalu ia menolak dengan perkataan:syekh Siti Jennar tidak bersedia datang bila tidak dengan tuhannya.kemudian sunan Giri memerintahkan utusannya untuk mengundang Tuhannya.kemudian Syekh Siti Jennar menjawab lagi bahwa Tuhannya tidak bisa berjalan tanpa dirinya.lantas sunan Giri mengundang Tuhannya dengan dirinya.Maka undangan itu diterima dan Syekh Siti Jennar dan ia memenuhi undangan Sunan Giri.hal ini menunjukkan,bahwa pengakuan Syekh Siti Jennar telah menyatu dengan tuhannya.
KEMATIAN SYEKH SITI JENNAR
Wafatnya Syekh Siti Jenar memang cukup menarik. Sebagaimana banyaknya versi yang menjelaskan tentang asal-usul dan sosok Syekh Siti Jenar, maka demikian pula halnya tentang varian versi yang menerangkan tentang proses kematiannya. Secara umum kesamaan yang diperlihatkan oleh berbagai literatur seputar kematian Syekh Siti Jenar hanyalah yang berkaitan dengan masanya saja, yakni pada masa kerajaan Islam Demak di bawah pemerintahan Raden Fatah sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI. Tentu hal ini juga masih mengecualikan sebagian kisah versi Cirebon, yang menyebutkan bahwa wafatnya Syekh Siti Jenar terjadi pada masa Sultan Trenggono. Sedangkan yang berkaitan dengan proses kematiannya, berbagai sumber yang ada memberikan penjelasan yang berbeda-beda. Sampai saat ini, paling tidak terdapat beberapa asumsi (tujuh versi) mengenai proses meninggalnya Syekh Siti Jenar.
- Versi Pertama
Bahwa Syekh Siti Jenar wafat karena dihukum mati oleh Sultan Demak, Raden Fatah atas persetujuan Dewan Wali Songo yang dipimpin oleh Sunan Bonang. Sebagai algojo pelaksana hukuman pancung adalah Sunan Kalijaga, yang dilaksanakan di alun-alun kesultanan Demak. Sebagian versi ini mengacu pada "Serat Syeikh Siti Jenar" oleh Ki Sosrowidjojo.
- Versi Kedua
Syekh Siti Jenar dijatuhi hukuman mati oleh Sunan Gunung Jati. Pelaksana hukuman (algojo) adalah Sunan Gunung Jati sendiri, yang pelaksanaannya di Masjid Ciptarasa Cirebon. Mayat Syekh Siti Jenar dimandikan oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, dan Sunan Giri, kemudian dimakamkan di Graksan, yang kemudian disebut sebagai Pasarean Kemlaten. Hal ini tercantum dalam Wawacan Sunan Gunung Jati Pupuh ke-39 terbitan Emon Suryaatmana dan T.D Sudjana (alin bahasa pada tahun 1994).
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudirman Tebba (2000: 41), Syekh Siti Jenar dipenggal lehernya oleh Sunan Kalijaga. Pada awalnya mengucur darar berwarna merah, kemudian berubah menjadi putih. Syekh Siti Jenar kemudian berkata: "Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya". Kemudian tubuh Syekh Siti Jenar naik ke surga seiring dengan kata-kata: "Jika ada seorang manusia yang percaya kepada kesatuan selain dari Allah Yang Mahakuasa, dia akan kecewa, karena dia tidak akan memperoleh apa yang dia inginkan".
Untuk kisah yang terdapat dalam versi pertama dan kedua masih memiliki kelanjutan yang hampir sama.
Sebagaimana dikemukakan dalam Suluk Syekh Siti Jenar, disebutkan bahwa setelah Syekh Siti Jenar meninggal di Krendhawasa tahun Nirjamna Catur Tunggal (1480 M. Tahun yang tentu saja masih terlalu dini untuk kematian Syekh Siti Jenar), jenazahnya dibawa ke Masjid Demak, karena saat itu magrib tiba, maka pemakaman dilakukan esok paginya agar bisa disaksikan oleh raja. Para ulama sepakat untuk menjaga jenazah Syekh Siti Jenar sambil melafalkan pujian-pujian kepada Tuhan. Ketika waktu shalat tiba, para santri berdatangan ke masjid. Pada saat itu tiba-tiba tercium bau yang sangat harum, seperti bau bunga Kasturi. Selesai shalat para santri diperintahkan untuk meninggalkan masjid. Tinggal para ulama saja yang tetap berada di dalamnya untuk menjaga jenazah Syekh Siti Jenar.
Bau harum terus menyengat, oleh karena itu Syekh Malaya mengajak ulama lainnya untuk membuka peti jenazah Syekh Siti Jenar. Tatkala peti itu terbuka, jenazah Syekh Siti Jenar memancarkan cahaya yang sangat indah, lalu muncul warna pelangi memenuhi ruangan masjid. Sedangkan dari bawah peti memancarkan sinar yang amat terang, bagaikan siang hari.
Dengan gugup, para ulama mendudukkan jenazah itu, lalu bersembah sujud sambil menciumi tubuh tanpa nyawa itu bergantian hingga ujung jari. Kemudian jenazah itu kembali dimasukkan ke dalam peti, Syekh Malaya terlihat tidak berkenan atas tindakan rekan-rekannya itu.
Dalam Suluk Syekh Siti Jenar dan Suluk Walisanga dikisahkan bahwa para ulama telah berbuat curang. Jenazah Syekh Siti Jenar diganti dengan bangkai anjing kudisan. Jenazah itu dimakamkan mereka di tempat yang dirahasiakan. Peti jenazah diisi dengan bangkai anjing kudisan. Bangkai itu dipertontonkan keesokan harinya kepada masyarakat untuk mengisyaratkan bahwa ajaran Syekh Siti Jenar adalah sesat.
Digantinya jenazah Syekh Siti Jenar dengan bangkai anjing ini ternyata diketahui oleh salah seorang muridnya bernama Ki Luntang. Dia datang ke Demak untuk menuntut balas. Maka terjadilah perdebatan sengit antara Ki Luntang dengan para Wali yang berakhir dengan kematiannya. Sebelum dia mengambil kematiannya, dia menyindir kelicikan para Wali dengan mengatakan (Sofwan, 2000: 221):
"...luh ta payo totonen derengsun manthuk, yen wus mulih salinen, bangke sakarepmu dadi. Khadal, kodok, rase, luwak, kucing kuwuk kang gampang lehmu sandi, upaya sadhela entuk, wangsul sinantun gajah, sun pastheake sira nora bisa luruh reh tanah jawa tan ana..."
...nah silahkan lihat diriku yang hendak menjemput kematian. Jika nanti aku telah mati, kau boleh mengganti jasadku sekehendakmu, kadal, kodok, rase, luwak atau kucing tua yang mudah kau peroleh. Tapi, jika hendak mengganti dengan gajah, kau pasti tidak akan bisa karena di tanah Jawa tidak ada..."
Seperti halnya sang guru, Ki Luntang pun mati atas kehendaknya sendiri, berkonsentrasi untuk menutup jalan hidup menuju pintu kematian.
- Versi Ketiga
Bahwa Syekh Siti Jenar meninggal karena dijatuhi hukuman mati oleh Sunan Giri, dan algojo pelaksana hukuman mati tersebut adalah Sunan Gunung Jati. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa vonis yang diberikan Sunan Giri atas usulan Sunan Kalijaga (Hasyim, 1987: 47).
Dikisahkan bahwa Syekh Siti Jenar mempunyai sebuah pesantren yang banyak muridnya. Namun sayang, ajaran-ajarannya dipandang sesat dan keluar dari ajaran Islam. Ia mengajarkan tentang keselarasan antara Tuhan, manusia dan alam (Hariwijaya, 2006: 41-42).
Hubungan manusia dengan Tuhannya diungkapkan dengan "Manunggaling kawula-gusti" dan "Curiga Manjing Warangka". Hubungan manusia dengan alam diungkapkan dengan "Mengasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi", dan "Hamemayu Hayuning Bawana", yang bermuara pada pembentukan "Jalma Sulaksana", "Al-insan Al-kamil", "Sarira Bathara", "Manusia Paripurna", "Adi Manusia" yang imbang lahir batin, jiwa-raga, intelektual spiritual, dan kepala dadanya.
Konsep manunggaling kawula gusti oleh Syekh Siti Jenar disebut dengan "uninong aning unong", saat sepi senyap, hening, dan kosong. Sesungguhnya Zat Tuhan dan zat manusia adalah satu, manusia ada dalam Tuhan dan Tuhan ada dalam manusia.
Sunan Giri sebagai ketua persidangan, setelah mendengar penjelasan dari berbagai pihak dan bermusyawarah dengan para Wali, memutuskan bahwa ajaran Syekh Siti Jenar itu sesat. Ajarannya bisa merusak moral masyarakat yang baru saja mengenal Islam. Karenanya Syekh Siti Jenar dijatuhi hukuman mati.
Syekh Siti Jenar masih diberi kesempatan selama setahun untuk memperbaiki kesalahannya sekaligus menanti berdirinya Negara Demak secara formal, karena yang berhak menentukan hukuman adalah pihak negara (Widji saksono, 1995: 61). Kalau sampai waktu yang ditentukan ia tidak mengubah pendiriannya, maka hukuman tersebut akan dilaksanakan.
Sejak saat itu, pesantren Syekh Siti Jenar ditutup dan murid-muridnya pun bubar, menyembunyikan diri dan sebagian masih mengajarkan ajaran wahdatul wujud meskipun secara sembunyi-sembunyi. Setelah satu tahun berlalu, Syekh Siti Jenar ternyata tidak berbubah pendiriannya. Maka dengan terpaksa Sunan Gunung Jati melaksanakan eksekusi yang telah disepakati dulu. Jenazah Syekh Siti Jenar dimakamkan di lingkungan keraton agar orang-orang tidak memujinya.
- Versi Keempat
Syekh Siti Jenar wafat karena vonis hukuman mati yang dijatuhi Sunan Giri sendiri. Peristiwa kematian Syekh Siti Jenar versi ini sebagaimana yang dikisahkan dalam Babad Demak. Menurut babad ini Syekh Siti Jenar meninggal bukan karena kemauannya sendiri, dengan kesaktiannya dia dapat menemui ajalnya, tetapi dia dibunuh oleh Sunan Giri. Keris ditusukkan hingga tembus ke punggung dan mengucurkan darah berwarna kuning. Setelah mengetahui bahwa suaminya dibunuh, istri Syekh Siti Jenar menuntut bela kematian itu kepada Sunan Giri. Sunan Giri menghiburnya dengan mengatakan bahwa dia bukan yang membunuh Syekh Siti Jenar tetapi dia mati atas download now