MAKALAH FILSAFAT MERUMUSKAN IDE SECARA DEDUKTIF DAN CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BENAR

MAKALAH FILSAFAT MERUMUSKAN IDE SECARA DEDUKTIF DAN CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BENAR


BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Berpikir merupakan ciri utama bagi manusia, untuk membedakan manusia dengan makhluk lain. Dengar dasar berpikir ini, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir juga disebut juga sebagai proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Dengan demikian akal merupakan intinya, sebagai sifat hakikat, sedang makhluk sebagai genus yang merupakan hakikat dhat, sehingga manusia dapat dijelaskan sebagai makhluk yang berakal.

Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran di samping rasa untuk mencapai keindahan dan kehendak untuk mencapai kebaikan. Dengan akal inilah manusia dapat berpikir untuk mencari kebenaran hakiki. Berpikir banyak sekali macamnya, namun secara garis besar dapat dibedakan antara berpikir alamiah dan berpikir ilmiah. Bepikir alamiah yang dimaksud di sini adalah pola pemikiran berdasarkan kebiasaan sehari-hari dan pengaruh alam sekelilingnya. Misalnya; penalaran tentang panas yang dapat membakar, jika dikenakan kayu maka pasti akan terbakar. Sedangkan berpikir ilmiah yang dimaksudkan adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat, misalnya; dua hal yang bertentangan penuh tidak dapat sebagai sifat hal tertentu pada saat yang sama dalam satu kesatuan.

Hasil dari berpikir adalah pengetahuan. Berpikir adalah suatu proses, proses berpikir itu biasa disebut bernalar manusia melakukan proses berpikir untuk berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pertanyaan lain yang telah diketahui(The, 1999: 21). Pernyataan yang telah diketahui itu disebut pangkal pikir(premise), sedangkan pernyataan baru yang yang diturunkan dinamakan simpulan(conclusion). Menjadi pernyataan berikutnya adalah: apakah pernyataan atau pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran mempunyai dasar kebenaran? Untuk menjawab hal ini maka perlu dilacak, apakah proses berpikir atau penalaran yang dilakukan itu telah malalui cara tertentu dan sampai kepada cara penarikan kesimpulan yang sahih (valid) sesuai dengan cara tertentu tersebut? Cara penarikan kesimpulan ini disebut dengan logika. Terdapat berbagai cara penarikan kesimpulan, namun dalam dunia keilmuan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua jenis cara penarikan simpulan, yakni lagika induktif dan logika deduktif.

Berpikir deduktif adalah salah satu metode dalam bernalar selain berpikir induktif. Menurut wikipedia, berpikir deduktif adalah " metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus." misalnya: " Sekolah tersebut adalah sekolah terfavorit(Umum) karena lulusannya memiliki prestasi yang cermelang(khusus) dan berpontensi tinggi(khusus) " atau " setiap mamalia(umum) pasti melahirkan, dan kuda(khusus) adalah hewan mamalia".

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat kami

  • Apa yang dimaksud dengan berpikir ilmiah?
  • Apa yang dimaksud dengan deduktif?
  • Bagaimana cara merumuskan ide secara deduktif ?
  • Bagaimana cara pengambilan keputusan yang benar?


 


 


 


 


 


 

  1. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas matakuliah Pengantar Filsafat Ilmu dan untuk mengetahui hal-hal yang baru terutama dalam hal filsafat seperti di bawah ini :

1. Mengetahui pengertian penalaran deduktif?

2. Mengetahui macam-macam metode penalaran deduktif dalam Filsafat Ilmu?

3. Mengetahui bagaimana menentukan kebenaran dengan metode deduktif?


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Berpikir Ilmiah

Ada berbagai macam definisi yang bisa dijadikan sebagai rujukan untuk memahami definisi berpikir. Diantaranya;

  1. Philip L. Harriman mengungkapkan, bahwa berpikir adalah suatu aktivitas dalam menanggapi suatu situasi yang tidak objektif yang menyerang organ panca indera.
  2. Drever mengemukakan masalah berpikir sebagai berikut: "thinking is any course or train of ideas; in the narrower and stricter sense, a course of ideas initiated by a problem".  Artinya, bahwa berpikir bertitik tolak dari adanya persoalan atau problem yang dihadapi secara individu.
  3. Menurut Floyd L. Ruch, berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak3.

Dengan menggunakan bahasa yang lebih sederhana, berpikir dapat didefinisikan sebagai proses yang intens untuk memecahkan masalah dengan meghubungkan satu hal dengan yang lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan Anita Taylor, bahwa berpikir adalah proses penarikan kesimpulan (thinking is a inferring process).

Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yang kita kehendaki. Menurut J.S.Suriasumantri4, manusia – homo sapiens, makhluk yang berpkir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpkir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi".


 

"Berpikir merupakan ciri utama bagi manusia, untuk membedakan antara manusia dengan makhluk lain. Maka dengan dasar berpikir, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal.

Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran di samping rasa dan kehendak untuk mencapai kebaikan"5. Dengan demikian, "cirri utama dari berpkikir adalah adanya abstraksi. Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakan atau mencari hubungan atau pertalian antara abstraksi-abstraksi.

"Secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: berpikir alamiah dan berpikir ilmiah. Berpikir alamiah, pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya [katakan saja : penalaran tentang api yang dapat membakar]. Berpikir ilmiah, pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat [dua hal yang bertentangan penuh tidak dapat sebagai sifat hal tertentu pada saat yang sama dalam satu kesatuan].

Dari dua pola berpikir di atas, akan dibahas pola berpikir ilmiah dan lebih khusus di fokuskan pada pembahasan "logika dan statistika sebagai sarana berpikir ilmiah".

  1. Sarana Berpikir Ilmiah

"Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan"6. Oleh karena itu, proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan diperlukan sarana tertentu yang disebut dengan sarana berpikir ilmiah.

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa:

[1] Bahasa Ilmiah,

[2] Logika dan metematika,

[3] Logika dan statistika5.

Bahasa ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika dan matematika mempunyai peran penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan dilacak kembali kebenarannya. Sedangkan logika dan statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum".

Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan dilacak kembali kebenaranya sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum. Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakikatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan.

  1. Pengertian Penalaran Deduktif

Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara tehnis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan pengetahuan yang ada. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah tersebut.

Para ilmuwan dan filosuf memberikan pula berbagai perumusan mengenai pengertian metode ilmiah. George Kneller menegaskan : Dengan metode ilmiah kami maksudkan struktur rasional dari penyelidikan ilmiah yang di situ pangkal-pangkal duga di susun dan di uji.Sebuah contoh lagi dari Harold Titus merumuskan metode ilmiah sebagai " Proses-proses dan langkah-langkah yang dengan itu ilmu-ilmu memperoleh pengetahuan".

Logika dan matematika merupakan dua pengetahuan yang selalu berhubungan erat, yang keduannya sebagai sarana berpikir deduktif. Bahasa yang digunakan adalah bahasa artifisial, yakni murni bahasa buatan. Baik logika maupun matematika lebih mementingkan bentuk logis pertanyaan-pertanyaannya mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.7

  1. Menentukan kebenaran dengan metode deduktif

Deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikkan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi premsi mayor dan premis minor.

Syllogisme tersusun dari dua buah pernyataan (premis) dan sebuah kesimpulan (konklusi).

Penyataan yang mendukung syllogisme itu disebut premis mayor dan premis minor. Konklusinya merupakan pengetahuan yang diperoleh dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis itu.

Contoh klasik metode berpikir dimaksud dilukiskan sebagai syllogisme. Misalnya proses berpikir:

  • Premis mayor : semua manusia mengalami mati
  • Premis minor : Ali manusia
  • Konklusi : Ali mengalami mati

Konklusinya benar, karena didukung oleh kedua premis yang juga benar. Dapat juga terjadi konklusinya salah, meskipunkedua premis itu benar, apabila cara penarikan konklusi itu salah.

Jadi kebenaran suatu kesimpulan /konklusi tergantung kepada tga faktor tersebut di atas.

Andaikata salah satu dari ketiga faktor itu salah, maka jelas konklusinya akan salah.

matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif (misal: a = b, b = c, jadi a = c bukanlah suatu pengetahuan baru dalam arti sebenarnya, melainkan sekedar konsekuensi dari kedua pengetahuan yang mendahuluinya yaitu a = b dan b = c).

Apabila terdapat suatu pengetahuan/kebenaran baru lewat penalaran deduktif, maka itu disebut kebenaran tautologis.

Logika deduktif dalam proses penalarannya memakai premis-premis berupa pengetahuan yang dianggap benar. Yang penting kita ketahui dari syllogisme dan bentuk-bentuk inferensi atau penalaran deduktif yang lain ialah bahwa masalah kebenaran dan ketidakbenaran pada premis-premis itu tidak pernah timbul, karena premis-premis yang selalu diambil adalah yang benar. Ini berarti bahwa konklusi memang sudah didasari oleh kondisi kebenaran.

Filsafat melahirkan ilmu pengetahuan. Tetapi sebaliknya, perkembangan berpikir seorang pribadi, melalui proses pertama tingkat indera, kedua tingkat ilmiah (rasional kritis, obyektif, sistematis) ketiga tingkat filosofis (reflective thinking) dan keempat tingkat religius. Uraian ini berpangkal pada kenyataan bahwa pribadi pada filosof yang ada misalnya Aristoteles, Russell, Dewey, Newton, Einsten, dan lain-lain mula-mula mereka scientist. Kemudian setelah makin mendalam ilmunya, mereka mencapai puncak kematangan dan integratis pribadi sebagai filosof yang mana sebelum mnjadi scientist adalah manusia biasa, remaja yang mengerti dengan panca indera.

Berdasarkan kenyataan itu jelas bahwa filsafat bukanlah ilmu yang terisolasi dari disiplin atau ilmu yang lain. Menjadi filosof tidaklah semata-mata merenungkan segala sesuatu di dalam "kamar" atau di puncak "menara gading". Filosof juga berorientasi kepada kenyataan-kenyataan yang realitis, fenomena yang ada di dalam kesemestaan hidup manusia.

Filsasat bukanlah sesuatu yang steril, sesuatu yang suci dari persoalan dalam area kehidupan. Filasafat justru mencari jawaban atas rahasia-rahasia yang ada di dlam kehidupan manusia. Tujuannya untuk menemukan kebenaran yang memuaskan tuntutan rokhaniah manusia. Karena berfilsafat adalah aktivitas pikir murni, jadi merupakan fungsi rokhaniah. Bagi menusia pada perkembangan dan tingkat kematangan tertentu, kecenderungan berfilsafat akan tampak. Dan dorongan ini tak terlepas dari keseluruhan antar aksi sosial di dalam kehidupan manusia.

Metode utama dalam filsafat memang contemplative, deductive, speculative. Namun ini tak berarti filsafat tidak mempergunakan metode inductive. Bahkan dewasa ini, ilmu (dengan segala metode ilmiah) merupakan pelengkap bagi kesimpulan-kesimpulan filsafat. Karena itu dalam batas-batas tertentu filasafat mempergunakan metode-metode ilmiah, termasuk induktif untuk mendapat kebenaran yang valid melalui che-ing, re-cheching dan cross-checking.8

  1. Cara Pengambilan Keputusan Yang benar

Apabila kita menyatakan suatu pendapat (suatu pengertian) maka itu dinamakan keputusan (proposition, qodlijah). Apakah pendapat itu benar atau salah itu belumlah dipersoalka. Demikian juga suatu perbuatan haruslah berdasarkan pada suatu keputusan walaupun hanya dalam pikiran saja (belum diucapkan). Dengan demikian berarti dalam setiap hari ratusan atau ribuan kali kita mengambil keputusan baik kita nyatakan secara lisan maupun sambil disimpan dalam hati dinyatakan dalam perbuatan saja.

Keputusan ini merupakan suatu kegitan rohani baik menyungguhkan (mudjabah) ataupun mengingkari (salibah). Menyungguh misalnya: semua orang Negro hitam. Mengingkari misalnya: semua orang Negro tidak putih.

Yang menjadi persoalan pada logika ini ialah keputusan yang diucapkan atau ditulidkan dalam susunan kata-kata yang teratur yakni dalam susunan kalimat-kalimat yang lengkap dengan subjek dan predikatnya.

Macam Macam Keputusan

    Keputusan yang dijabarkan dalam ilmu logika ini dapat dibagi menjadi empat macam dengan melihatnya dari berbagai segi tertentu.

  • Melihat dari segi bahannya
  • Melihat dari segi kwantitet
  • Melihat dari segi kwalitasnya
  • Melihat dari segi hubungan subjek dan predikatnya


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikkan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi premsi mayor dan premis minor.

Sarana ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik. Prosedur yang merupakan metode ilmiah sesungguhnya tidak hanya mencakup pengamatan dan percobaan seperti dikemukakan dalam salah satu definisi di atas. Masih banyak macam prosedur lainnya yang dapat dianggap sebagai pola-pola metode ilmiah, yaitu analisis (analysis), pemerian(description), penggolongan (classification), pengukuran(measurement), perbandingan(comparison), survei (survey).

Suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan pengetahuan disebut penalaran. Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang berlawanan dengan penalaran induktif. Deduktif adalah penalaran atau cara berpikir yang menolak dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum, menarik kesimpulan yang bersifat khusus.

Dengan berpikir atau bernalar, merupakan suatu bentuk kegiatan akal/rasio manusia dengan mana pengetahuan yang kita terima melalui panca indera diolah dan ditujukan untuk mecapai suatu kebenaran…

Proses penalaran dapatlah disusun melalui observasi dan eksperimen, hipotesis ilmiah, verifikasi dan pengukuhan, teori dan hukum ilmiah.


 

3.2. Kritik dan Saran

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan, dalam hal ini kami mengharapkan kritik dan saran dari para pendengar dan pembaca yang budiman demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.


 

DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Filsafat ilmu
Fakultas Filsafat UGM, 2007 Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Liberty Yogyakarta

Ihsan A.Fuad, 2010 Filsafat Ilmu , rineka Cipta

J.S.Suriasumantri, 1997 Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Yayasan Obor Indonesia,


 

Gie, The Lang. 2010 Pengantar Filsafat Ilmu. Librty Yogyakarta


 

Bakry, Hasbullah 1970, Sistematik Filsafat, Widjaya Djakarta


 

Anonim"merumuskan ide secara deduktif" http://prismasarijulianwijayanti.wordpress.com/
diakses tanggal 09 maret 2013

Anonim, "berpikir ilmiah"http://mutiarafatur.blogspot.com/2011/12/berpikir-psikologi-umum.html
diakses tanggal 8 maret 2013


download now

download
MAKALAH FILSAFAT MERUMUSKAN IDE SECARA DEDUKTIF DAN CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BENAR MAKALAH FILSAFAT MERUMUSKAN IDE SECARA DEDUKTIF DAN CARA PENGAMBILAN
KEPUTUSAN YANG BENAR Reviewed by hunti on 10:29 AM Rating: 5